cerita dewasa – Namaku Wiro, 27 tahun, kulit sawo matang. Aku bekerja di
sebuah toko serba ada di wilayah Lenteng Agung. Selain aku, di toko
tersebut masih ada 4 pekerja lagi. Tiga di antaranya perempuan, Ana 19
tahun, Lina 24 tahun, dan Tina 18 tahun. Dan seorang lagi laki-laki,
Agung 19 tahun. Aku yang tertua di antara mereka. Karena itu mereka
semua memanggilku Mas. Tina baru masuk kerja sekitar sebulan yang lalu.
Dia orang Sunda. Kulitnya putih bersih dan wajahnya sangat manis khas
Sunda. Sejak pertama kali masuk aku memang mengagumi kecantikannya. Tina
tubuhnya mungil, tingginya sekitar 155-an cm tapi ramping. Beratnya aku
taksir 40-an kg. Toko ini menjadi ceria sejak Tina kerja di sini,
karena Tina orangnya ramai. Aku memanggilnya gadis kecil. Hampir setiap
hari aku menggodanya. Dan setiap aku goda dia selalu tersenyum. Tentu
itu sangat memuaskan ego laki-lakiku. Jika sedang membantu mengangkatkan
barang aku sering ambil kesempatan memegang tangannya dan dia tidak
menolak. Pernah karena terlalu lama aku pegang tangannya sampai dia
terdiam dan menatapku. Kami bertatapan. Tina mulai terlihat pura-pura
marah. Akhirnya aku lepaskan. Aku juga sering mengajak Tina main ke
kosku sehabis pulang kerja. Jika di kos kami suka gobrol berlama-lama
sambil bercanda. Pernah saking jauhnya bercanda, habis aku keluar dari
kamar mandi, aku sekap matanya dari belakang. Dia minta dilepaskan.
Akhirnya aku lepaskan. Tapi aku tidak benar-benar melepaskan, karena
tanganku pindah memeluk tubuhnya dari belakang pas di bagian perutnya.
Tina berontak minta dilepaskan. Aku lepaskan lagi. Tapi kemudian
tanganku pindah ke atas sehingga menggenggam payudaranya.
“Ih kamu nakal”. Dia berusaha melepaskan tanganku.
Tapi
aku tidak mau melepaskan. Malah aku remas-remas payudaranya. Lama-lama
justru tangan Tina melelepaskan tanganku dan tidak berusahan menolak
tanganku lagi. Tina mendesis. Tangannya malah meraih kepalaku di
belakang kepalannya. Dan wajahnya berusaha menoleh ke belakang. Pas
ketika wajahnya ada di depan wajahku aku langsung mengecup dan mengulum
bibirnya. Tubuh Tina gemetar. Aku baringkan tubuh Tina yang sudah lemas
ke kasur. Aku tindih, aku gesek-gesek selangkangannya dengan
selangkanganku. Aku gesek-gesek dadanya dengan dadaku. Sambil bibirku
terus melumat bibirnya. Kami bergulingan di kasur sampai kurang lebih 5
menit, bergumul, bergulat, saling tindih, dan saling merengkuh. Setelah
itu aku melepaskan pelukanku. Rambut dan pakaian Tina acak-acakan. Aku
duduk. Aku tarik tangan Tina agar bangkit. Setelah aku lumat lagi
bibirnya, Tina pamitan pulang. Pas ketika dia mau membuka pintu aku
panggil namanya, “Tina…” Dia menoleh. Ketika menoleh dia kaget karena
aku telah ada di belakangnya. Dan aku langsung mengulum bibirnya lagi.
Sambil setengah kaget dia membalasnya.
“Emhhhh…. udah-udah, nanti Tina gak jadi pulang.”
Begitulah
hari-hariku dengan Tina. Aku sering memeluk dan menciumnya jika sedang
sendirian. Baik di kos, di toko, di jalan, atau di tempat-tempat lain.
Aku tidak tahu apakah teman-teman yang lain mengetahui ini semua atau
tidak. Tapi kami tidak pernah melakukannya di depan mereka. Dan setahuku
belum pernah kepergok.
Ketika malam
minggu aku mengajak Tina jalan-jalan. Kami nonton film. Sepanjang film
aku selalu meremas tangannya sambil sesekali mencium pipinya. Kami
pulang sekitar jam 10 malam dan langsung ke kosku. Aku bilang ke Tina
nanti aku antar ke kosnya pakai motor. Sampai di kos, setelah cuci muka,
kami duduk-duduk sambil nonton TV. Tina duduk di sampingku. Aku peluk
dia dari samping. Aku gesek-gesekkan pipiku ke pipinya. Mungkin masih
terpengaruh film yang banyak adegan romantisnya tadi aku agak horny. Aku
geser dudukku sehingga membelakangi dia. Aku peluk dari belakang. Aku
remas-remas susunya. Tina meringis sambil menyandarkan tubuhnya ke
dadaku. Aku tarik kaosnya. Aku tarik juga BH-nya. Tina tidak menolak.
Akhirnya dengan bebas aku bisa meremas-remas susunya secara langsung.
Susu Tina halus sekali, kenyal, dan anget.
Tina membalikkan badan dan
menarik kaosku. Akhirnya kami bertelanjang dada. Aku pandangi sebentar
dua susunya dengan dua puting warna cokelat yang mulai mengeras itu.
Lalu aku hisap putingnya dalam posisi masih duduk. Aku permainkan di
antara gigi-gigiku. Tina mencengkeram kepalaku. Kepalanya menengadah.
Aku berdiri sambil menarik tangannya sehingga dia ikut berdiri. Aku ajak
dia berdiri di depan cermin yang besar sehingga memperlihatkan dengan
jelas seluruh tubuhku dan tubuh Tina. Dia tersenyum melihatnya. Lalu aku
berusaha melepaskan celananya. Dia balas melepas celana jinsku. Kembali
kami melihat ke cermin. Aku dan Tina hanya pakai celana dalam. Mata
Tina tertuju pada celana dalamku.
“Wow, kok?” suara Tina tertahan sambil menelah ludah.
“Hehe… iya. CD-nya ngak muat”. Sambil senyum-senyum aku memegang kepala penisku yang menyembul dari CD karena tidak muat.
Sebentar
kemudian aku meraih CD Tina. Aku tarik hingga lepas. Memek Tina indah
sekali. Bulu-bulunya tipis, saking tipisnya seperti agak gundul.
Gundukan memek Tina tengahnya lancip. Seperti lereng gunung yang curam
dan ditumbuhi savana yang sangat tipis. Tina tidak mau kalah. Dia meraih
CD-ku. Dia kaget karena begitu CD-nya ditarik, penisku yang sejak tadi
sudah sangat tegang ikut ketarik dan langsung memantul mengenai mukanya.
Aku hanya senyum-senyum melihatnya. Sambil meletakkan CD ke lantai,
mata Tina masih tertuju pada penisku yang cokelat kehitam-hitaman dan
kepalanya memerah agak kebiru-biruan, panjang, besar, berurat, dan
mengacung ke atas dengan gagahnya. Besarnya sama dengan lengan Tina.
“Mas, besar sekali?”
“Kamu pernah melihat penis sebelumnya?”
“Iya punya Bapak. Tapi tidak sebesar itu.”
“Santai saja. Kamu akan menikmatinya.”
Tina
menurut. Aku kembali menuntun kepalanya agar menatap ke cermin. Aku
peluk tubuh telanjang Tina dari belakang. Sementara penisku mengganjal
di punggungnya. Indah sekali pemandangan di cermin. Tina benar-benar
cantik bila telanjang, kulitnya halus mulus, mengkilat. Tubuhnya yang
ramping dan mungil tertelan dalam tubuhku di belakangnya. Sangat kontras
warna kulitku yang cokelat dengan kulitnya yang kuning berkilau terkena
sinar lampu. Susunya yang sekal dengan puting warna cokelat yang
mengacung sengaja tidak aku pegang agar aku bisa melihatnya dengan
sempurna di dalam cermin. Tanganku mengelus-elus perutnya yang rata.
Tina kemudian mengangkat tangannya dan meraih kepalaku di belakang
kepalanya. Keteknya yang putih bersih tidak berbulu terpampang dengan
sempurna. Dalam posisi itu Tina benar-benar sexy. Dadaku berdegup. Aku
benar-benar ingin menikmati dan melumat seluruh tubuhnya malam ini.
Perlahan tanganku naik meremas susunya. Dan bibirku melumat bibirnya.
Tubuh Tina meliuk-liuk. Sesekali aku melihat ke cermin. Kami seperti dua
ular yang saling merengkuh dengan kedua tanganku yang kekar meremas,
memelintir, dan menguyek-uyek susu Tina yang putih dan kenyal. Masih
dalam posisi berdiri di depan cermin, aku gosokkan tanganku ke
selangkangannya. Tina membuka kedua kakinya, melegakan tangan kananku,
tepatnya jari tengahku untuk menggosok dan menyibak gundukan memeknya.
Ternyata memek Tina sudah basah.
Setelah
puas melihat liukan tubuh mungil-mulus Tina dalam pelukan dan
remasan-remasanku, aku rebahkan dia ke kasur. Aku langsung menindihnya
dan menghisap putingnya. Aku sedot-sedor dengan halus, disertai dengan
kejutan-kejutan yang berirama. Tina makin menggelinjang dan menjambak
rambutku. “Hhmmmmm…………..” desisnya. Kurang lebih 5 menit aku menghisap
putingnya. Kemudian aku turunkan kecupan bibirku pada perutnya yang
rata. Lidahku berputar-putar pada pusarnya. Aku gigit-gigit kecil.
Sementara dua tanganku masih tidak mau melepaskan susunya.
Tangan-tanganku yang kekar terus menguyek-uyek susunya.
Kini
mulutku telah sampai ke memeknya. Aku buka labia mayoranya dengan dua
ibu jariku. Aku lihat ke dalam. Masih terlihat jelas selaput daranya.
Aku jilat-jilat dalamnya. Tak lama kemudian aku hisap memek Tina dengan
rakus. Aku sedot-sedot, seperti orang makan kepiting (Kalau anda pernah
makan kepiting pasti tahu. Menyedot daging kepiting dari cangkangnya).
Tina semakin menggelinjang kelojotan. Desisannya telah berubah menjadi
jeritan-jeritan kecil.
“Acchhhhhhhh…………. Shhhh……….”, suara Tina yang
sendu, memelas, dan membangkitkan gairah. Aku terus “memakan” memeknya
dengan rakus. Memek perawan memang nikmat rasanya. Bibirku bergerak ke
atas mencari klitorisnya. Ketika aku temukan aku tarik dengan bibirku.
Aku emut-emut seperti anak kecil mengemut permen kecil. Sesekali aku
gigit halus dan aku tarik. Jeritan Tina makin menjadi. Tidak lebih dari 5
menit itu terjadi sebelum akhirnya aku merasakan ada perubahan pada
memek Tina. Aku merasakan ada kedutan yang mengejut-ngejut. Dan benar,
beberapa detik kemudian Tina mengejang-ngejang dan menjerit.
“Achhhh………………shhh…………..”
Aku
langsung mendekap tubuh Tina yang masih mengejang. Aku peluk kuat-kuat.
Aku tekan penisku yang melintang di atas memeknya, menyibak labia
mayoranya. Aku putar-putar pantatku sambil menekan sekuat tenaga untuk
memberikan kenikmatan tambahan. Waktu orgasmye cewek lebih merasakan
kenikmatan kalau ditekan lebih besar daripada digesek. Sampai akhirnya
dia melemas dan memejamkan mata. Aku ciumi pipinya. Sampai beberapa
menit lamanya kami terdiam. Sementara penisku masih mengganjal di
memeknya, membelah labia mayora sampai ke pusarnya. Penisku
berkedut-kedut. Aku rasakan ada aliran basah sampai ke kantong testisku.
Perlahan Tina membuka matanya. Bibirnya yang merah menyunggingkan senyum.
“Mas Wiro luar biasa.”
“Belum Tina, itu baru permulaan. Akan ada yang lebih lagi.”
“Iya”, kembali dia memejamkan matanya, pasrah.
Aku
membalik tubuh Tina agar menindihku. Dia mengerti. Lalu dia duduk dan
menciumi bibirku, leherku. Dia menciumi hampir seluruh permukaan dada
dan perutku. Dia menyedot-nyedot putingku. Oh nikmat sekali rasanya.
Sementara Tina sengaja menggesek-gesek selangkangannya di atas penisku
sehingga memberikan sensasi yang luar biasa. Sampai akhirnya tangan
kanan Tina meraih penis itu. Penisku yang cokelat dan berurat itu
digenggamnya, kontras dengan warna kulit tangannya yang kuning langsat.
Kelihatannya dia sangat mengagumi itu. Dia menciumnya, menjilatinya.
Sepertinya dia ragu untuk mengulumnya. Tidak apa-apa aku tidak akan
memaksanya untuk mengemutnya. Mungkin dia juga belum terbiasa. Lama
sekali Tina memain-mainkan penisku dengan lidah, bibir, dan tangannya.
Sampai akhirnya dia kembali menindih tubuhku dan menciumi bibirku.
Aku
balik tubuhnya. Aku kulum bibirnya. Aku remas-remas susunya. Tina mulai
terangsang lagi. Kembali aku menghisap pentilnya, pusarnya, dan
akhirnya memeknya. Dan sekali lagi gadis yang masih perawan ini
menggelinjang dan mendisis-desis. Aku pikir ini saat yang tepat. Aku
kangkangkan pahanya. Dia mengerti. Kedua tangannya menuntun penisku ke
arah memeknya. Kepala penisku menempel di pintu masuk memeknya. Wow,
ekstrim sekali. Kelihatannya penisku kebesaran untuk ukuran memek Tina
yang mungil. Aku gosok-gosokan kepala penisku ke dua labianya, ke
itilnya. Aku masukkan itil Tina ke lubang kecil di kepala penisku. Hehe…
masuk juga ternyata. Sementara Tina mendisis-desis kenikmatan.
Pelan-pelan
aku menekan kepala penisku. Bukannya masuk, memek Tina malah ikut
terdorong. Aku tambah tenaganya, ternyata meleset. Kembali aku
gosok-gosok memek Tina dengan kepala penisku, aku dorong lagi, meleset
lagi. Itu sampai 6 kali. Akhirnya kembali aku hisap-hisap memeknya pakai
mulutku. Kembali Tina mendesis. Aku mulai dari awal lagi, aku basahi
kepala penisku dengan cairan memek Tina dan ditambah ludahku. Aku
gosok-gosokkan kepalanya, kemudian aku tambah tenaga, meleset lagi. Aku
gosok-gosok lagi, aku dorong lagi, akhirnya (yg ke tujuh) kepalanya
masuk. Oh seret sekali rasanya. Sementara Tina masih mendesis-desis. Dia
belum merasakan sakit. Aku tambah ludah lagi ke memeknya biar lebih
licin. Aku tekan lagi pelan-pelan, mili demi mili, centi demi centi.
Tiba-tiba tangan Tina menahan pahaku.
“Sakit Mas. Pelan-pelan.”
“Iya sayang aku pelan sekali. Tahan sedikit ya. Nanti kalau sudah masuk akan enak.”
Aku
pindahkan tangannya yang menahan pahaku. Masih dalam posisi kepala
penisku menekan lubang memeknya aku raih susunya dengan kedua tanganku
aku remas-remas. Aku plintir-plintir putingnya. Setelah itu aku tekan
lagi penisku. Kembali Tina menjerit dan meringis kesakitan. Kemudian aku
tarik lagi penisku untuk memberikan waktu penyesuaian pada memeknya.
Setelah itu aku dorong lagi. Kali ini lebih keras. Sambil aku terus
meremas susunya, aku tekan pantatku agak kuat. Dan…
“Krekkk…….” terasa penisku menerobos sesuatu.
“Awww……….
Shhh………. Sakit Maaaas………” Suara Tina menjerit. Tapi melemas di bagian
akhirnya. Kedua matanya mengeluarkan air. Tina menangis. Aku rebahkan
tubuhku di tubuhnya. Aku peluk dia kuat-kuat. Aku ciumi pipinya. Aku
jilat air matanya yang mengalir di pipinya. Aku juga menggesek-gesek
dadaku untuk memberikan rangsangan pada putingnya. Sementara aku
membiarkan penisku yang baru masuk separuh di dalam memeknya. Kurang
lebih 3 menit itu berlangsung. Sampai akhirnya Tina merasa tenang.
Dengan lembut aku tatap wajahnya, aku belai rambutnya, dan aku kecup
matanya.
“Tina, aku lanjutkan ya. Pelan sekali sayang…”
Bibir
Tina mulai menyunggingkan senyum kembali, walaupun matanya masih
berkaca-kaca. Aku kulum lagi bibirnya yang masih tersenyum. Sambil dalam
posisi memeluk tubuhnya dan melumat bibirnya, aku mulai menarik penisku
pelan, dan mendorongnya lagi. Aku tarik lagi. Aku dorong lagi. Senti
demi senti penisku mulai masuk makin dalam. Aku terus menggenjot pelan
dan halus. Beberapa saat kemudian Tina mulai mendesis lagi pertanda
mulai menikmati. Sekarang aku coba untuk menancapkan lebih dalam lagi.
Aku coba untuk duduk agar bisa melihat lebih jelas penisku yang menancap
itu. Aku tarik penisku sampai tinggal kepalanya saja yang tertinggal.
Dan dengan mantap dan pelan aku mendorongnya masuk sedalam-dalamnya. Ow…
nikmat sekali, sempit dan peret. Akhirnya aku bisa melihat dengan jelas
seluruh penisku yang besar, panjang, dan berotor itu masuk secara
sempurna ke dalam memek Tina. Tina melenguh memejamkan mata. Dia
benar-benar menikmati sensasi rupanya. Memek itu terlihat sangat penuh
dan membengkak karena kepenuhan memuat seluruh batang penisku. Aku
biarkan sejenak penisku merasakan hangatnya seluruh rongga dalam tubuh
Tina. Kemudian dengan pelan aku tarik lagi penisku. Sruuuutt… tubuh Tina
seolah ikut tertarik. Ketika hampir semuanya keluar kembali aku sodok
pelan hingga masuk secara sempurna lagi. Begitu seterusnya. Penisku
memompa memek Tina dengan pelan dan mantap. Tubuhnya turun naik
mengikuti irama penisku. Dan setiap aku tusuk, bagian dari memeknya ikut
masuk ke dalam. Begitu juga ketika aku tarik, bagian dari kulit dalam
memeknya yang berwarna merah ikut ketarik. Aku melakukannya dengan
sangat teratur dan pelan. Tina mulai mendesis-desis. Pandangan mataku
tidak pernah lepas dari tubuh Tina yang mulus, dengan susu yang putih
berguncang, wajah meringis dan kelihatan cantik sekali. Sementara
penisku yang besar dan berotor menusuk amblas dalam memeknya yang merah,
mengembang dan mengempot dengan dagingnya yang halus, licin tapi sangat
peret. Hampir 10 menit aku bertahan dengan irama yang teratur dan
pelan. Aku tidak mau menggunakan gaya yang macam-macam, belum saatnya.
Tubuh
Tina menggeliat-geliat, matanya merem melek menahan sensasi. Susunya
terguncang pelan dengan puting yang mencuat ke atas. Kepalanya terkulai
ke kanan dan ke kiri. Sementara tangannya kadang memegang pantaku.
Terkadang membelai-belai dan mencengkeram dadaku. Terkadang
meremas-remas kasur menahan nikmat. Mulutnya terus mendesis seperti
ular.
‘Ohh……… shhhhh………………, terus Mass……….”
“Iya sayang. Memek kamu enak bangettt………”
“Iya…….. shhhh………….”
Aku
terus menggenjotnya. Penisku makin lancar masuk kedalam memeknya,
amblas secara sempurna. Penisku sampai mengkilat, merah dan agak
kebiru-biruan. Penis yang perkasa itu menyeruduk, menerobos lubang memek
perawan Tina yang ranum, merah dan sempit. Makin lama rasanya semakin
nikmat. Aku merasa pantatku bergerak sendiri secara mekanis. Kenikmatan
telah mengambil alih kesadaranku dan dengan sendirinya menggerakkan dan
memompakan penis yang perkasa itu ke dalam memek Tina. Aku seperti
mesin, pantatku bergerak sendiri. Aku hanya menikmati dan menikmati.
Tubuhku mulai meneteskan keringat dan jatuh membasahi kulit putih
mulusnya Tina yang terus menggeliat dan merintihkan kenikmatan.
Setelah
kurang lebih 15 menit aku merebahkan diri ke atas tubuh Tina. Aku peluk
tubuhnya kuat-kuat. Aku dorong penisku hingga menancap dalam sekali.
Tubuh Tina ikut terdorong ke atas. Aku terus menggenjot pantatku dengan
irama yang tidak berubah. Tubuhku yang cokelat dengan tangan-tangan yang
kekar seperti ular yang melilit tubuh Tina yang putih mulus,
menggelutinya, menggumulinya dengan rakus dan buas. Tubuh Tina yang
mungil itu seolah ditelan dalam tubuhku. Susunya terjepit di dadaku.
Putingnya yang dari tadi mencuat kini mengkeret terjepit dan menggelitik
di dadaku. Sementara pantatku tanpa henti menggenjot, memasukkan penis
yang besar dan berurat kedalam memek Tina sedalam-dalamnya,
menyodok-nyodok seluruh ruang dan permukaan kulitnya.
Aku
mulai menambah variasi tusukanku. Sesekali ketika seluruh penisku ada
dalam memek Tina, aku memutar-mutar pantatku, seperti mengebor, sambil
menekannya dengan kuat. Sehingga penisku yang ada di dalam memeknya
menggilas-gilas dan mengeruk-ngeruk permukaan kulit memeknya dari semua
arah. Wow…….. nikmatnya luar biasa. Tubuh Tina sampai menggelinjang dan
melutnya menjerit. Sementara jari-jari Tina mencakar-cakar punggungku.
Aku terus mengulanginya dengan irama yang teratur. Aku tusuk
dalam-dalam, kemudian aku putar, tarik lagi, tusuk biasa lagi. Begitu
seterusnya. Irama itu membuat kenikmatan yang luar biasa. Tubuh kami
yang sudah basah dengan keringat terus bergumul, saling lilit, saling
rengkuh, seolah ingin mendapatkan kenikmatan sebanyak-banyaknya. Dua
puluh menit berlalu dan kami terus bergumul tanpa istirahat sedetikpun.
Penisku yang seperti tongkat perkasa dan berurat dengan setia
menusuk-nusuk, mengobok-obok memek Tina tanpa ampun, benar-benar tanpa
jeda.
“Maaaaas……………….. aku mau keluaaaarrrrr……….” jerit Tina terputus-putus.
“Tahan sayang. Kita keluar bersama-sama….”
Aku
merasa tubuh Tina mengejang. Memeknya berkedut-kedut. Kepala penisku
merasakan kedutan itu. Sementara ujung kenikmatanku juga sudah mulai
sampai. Aku tusukkan dalam-dalam penisku sekuat tenaga sampai mentok
rasanya. Kemudian aku putar-putar sehingga kepala penisku
menggaruk-garuk isi memek Tina. Wow……nikmatnya luar biasa. Tubuhku
menegang. Putaran pantatku berganti-ganti ke diri dan ke kanan, seperti
gilingan.
“Ohhhh………….Achhh…………………” Tina menjerit sejadinya.
Tangannya
mencengkeram punggungku. Tubuhnya mengejang-ngejang dan kelojotan.
Sementara penisku yang panjang, besar, dan perkasa berputar-putar
menggaruk-garuk isi memeknya. Aku tekan dan putar terus.
“Aghhrrrrrrrrrrr……………”
aku mengerang seperti harimau lapar. Aku tekan penisku sekuat tenaga
menancap dalam memek Tina dan menyemprotkan air mani yang banyak sekali.
Tubuhku
dan tubuh Tina sama-sama mengejang, menggelinjang-gelinjang, melepaskan
kenikmatan yang luar biasa. Kedutan demi kedutan terus menyerang memek
Tina sehingga mencengkeram penisku yang terus menancap dan menekan
dengan kuat. Hampir dua menit kami merasakan orgasme yang luar biasa
itu. Sampai akhirnya tubuh kami terhempas di atas kasur. Kami terdiam,
lunglai, lemas, dengan mandi keringat.
Lima
menit berlalu kami masih terkulai. Aku masih menindih dan memeluk tubuh
Tina. Penisku juga masih menancap dalam memeknya, menikmati sisa-sisa
sensasi tadi. Aku gesek-gesekkan pipiku ke pipinya. Aku angkat wajahku.
Tina mulai membuka mata. Matanya berkaca-kaca. Kembali aku kecup
matanya. Aku belai pipinya. Aku seka beberapa helai rambutnya yang
melekat di keningnya yang basah oleh keringat.
“Tina, menikahlah denganku”.
Tina
hanya tersenyum, tapi matanya masih berkaca-kaca. Kami terus berciuman
sambil sesekali berbicara dengan nada yang sangat lembut. Tapi Tina
belum menjawab ajakanku.
Setelah setengah
jam berpelukan dan beristirahat, kami terangsang kembali, sehingga
untuk yang kedua kalinya kami bersetubuh, bergulat, merengkuh kenikmatan
yang luar biasa. Malam itu aku menyetubuhi Tina tiga kali. Aku bisa
mengantarkannya orgasme lima kali, enam kali dengan orgasme waktu
foreplay.
Paginya kami bangun terlambat.
Karena kasihan, aku menyarankan Tina untuk tidak masuk kerja. Aku
antarkan dia ke kosnya, dan aku bilang ke teman-teman di toko kalau Tina
tidak enak badan.
Sejak saat itu aku
rutin bercinta dengan Tina. Makin lama Tina makin ahli. Kami
melakukannya di hampir semua tempat. Pernah malam-malam ketika semua
orang pulang dari toko aku bercinta dengan Tina di kursi dan meja kasir.
Tapi semua pintu sudah aku kunci dari dalam. Saking hotnya, tangan Tina
sampai menyenggol keramik vas bunga dan jatuh. Untuk menutup kecurigaan
orang-orang malam itu juga aku cari kucing tetangga, terus aku kasih
makanan di dalam toko, setelah itu aku kunci pintunya. Hehe, berhasil,
semua orang mengira kucing itu yang menjatuhkan vas.
Hampir
dua bulan berlalu. Tapi setiap kali aku ajak Tina untuk berbicara
serius tentang hubungan kami dia mengalihkan pembicaraan pada yang lain.
Aku bukan hanya menikmati hubungan badan dengan Tina tapi lebih dari
itu, mungkin aku mulai mencintainya. Karena itu setiap bersetubuh aku
selalu mengeluarkan spermaku di dalam. Selain itu sangat nikmat,
kalaupun hamil, aku akan menikahi Tina.
Sampai
suatu hari (hari Minggu) Tina mengajakku lari pagi ke hutan UI di
depok. Di jalan setapak dalam hutan itu, sambil duduk santai, Tina
mengatakan bahwa dia sebenarnya telah dijodohkan oleh orang tuanya. Aku
sangat terkejut dan benar-benar tidak mengira. Tina menangis dalam
pelukanku sambil minta maaf karena telah memberi peluang kepadaku.
Karena itu dia tidak pernah mau menjawab ajakanku untuk menikah.
“Aku
akan datang ke orang tuamu. Dan apapun persyaratannya, akan aku penuhi
asal aku bisa menikahimu”. Aku berusaha meyakinkan Tina.
Tina
tetap diam dan memelukku. Aku belai rambutnya, aku ciumi rambutnya. Ini
ternyata jawaban mengapa Tina selalu menghindar kalau aku ajak bicara
serius. Akhirnya kami pulang dengan pikiran tidak jelas. Aku tidak mau
memaksa Tina untuk menyetujui ideku. Sampai di kos, dengan nada yang
halus aku kembali membuka pembicaraan. Aku berharap bisa menambah
semangatnya.
“Tina, aku akan lakukan apa pun agar orang tuamu setuju kita menikah. Kita tidak akan lari. Kita akan hadapi mereka.”
Akhirnya Tina mau berbicara.
“Mas
Wiro, aku bukan dinikahkan paksa! Aku dijodohkan karena aku
menyetujuinya. Itu sudah 3 tahun yang lalu. Aku tidak mau mengecewakan
orang tuaku, dan Mas Hardi”.
“Jadi……….” aku agak gugup.
“Aku mencintai Mas Hardi, calon suamiku”.
Aku lepaskan pelukanku. Aku tatap matanya lekat-lekat.
“Aku mencintai Mas Hardi. Tapi sejak ketemu kamu, aku juga menyukaimu. Aku tidak bohong, please….. mengertilah”.
Aku
tidak bisa berbicara. Aku diam. Aku mengalihkan pandangaku ke segala
arah. Nafasku turun naik. Tiba-tiba Tina menubrukku, menciumiku, dan
menggumuli aku di kasur. Dia duduk di perutku sambil kedua tangannya
memegang tanganku.
“Mas Wiro, aku
mencintai kamu. Karena itu aku rela menyerahkan keperawananku. Tapi aku
tidak bisa menikah denganmu. Karena aku tidak mau mengecewakan calon
suamiku. Aku juga mencintainya.”
Aku
tidak bisa berpikir. Dan aku memang benar-benar tidak punya kesempatan
lagi untuk berpikir. Karena beberapa detik setelah menyelesaikan
kalimatnya, Tina memelukku, mencium dan melumat bibirku. Dia tanggalkan
seluruh bajunya dan bajuku. Tina seperti singa lapar. Dia memperkosaku!
Hari-hari
berikutnya berlalu dengan hampa. Aku lebih sering menyendiri, merenung
dan mencari-cari logika yang pas yang dengan itu aku bisa menerima jalan
pikiran Tina. Sampai akhirnya aku putuskan untuk berpikir sederhana,
sesederhana pikiran Tina. Nikmatilah cinta, walau sesaat, sebelum dia
pergi.
Aku menyesal telah melewatkan
beberapa hari ini tanpa Tina. Aku langsung bergegas menuju kosnya. Aku
ajak Tina pergi ke puncak, karena waktunya tinggal 3 hari lagi sebelum
dia harus pulang ke Bandung. Tina setuju. Aku minta cuti ke bosku dan
bilang mau mengantarkan Tina ke tempat saudaranya di Sukabumi, setelah
itu langsung ke Bandung.
Aku ambil
seluruh uang tabunganku. Kami menginap di sebuah vila yang agak jauh
dari jalan di Cipanas. Siang itu aku ajak Tina berjalan-jalan di kebun
teh, main kejar-kejaran seperti film-film India. Malamnya kami
istirahat, dan tentu saja, bercinta. Aku rebahkan tubuh putih mulus Tina
di kasur dengan posisi telentang dan kaki lurus merapat. Aku jilati
seluruh permukaan kulitnya, senti demi senti, dari ujung rambut sampai
ujung kaki. Aku nikmati seluruh permukaan kulitnya seperti anak kecil
yang menjilati permen yang sangat besar. Untuk menambah sensasi aku
lumurkan madu yang telah aku siapkan (satu botol besar) sebelumnya di
seluruh permukaan kulitnya. Hal yang sama juga dilakukan Tina pada
seluruh tubuhku. Hampir satu jam itu berlangsung. Tubuh kami mengkilat,
basah oleh madu bercampur air liur.
Kemudian
kami bergumul. Nikmat sekali rasanya, karena tubuh kami sama-sama licin
ditambah bau harum madu. Tak henti-hentinya aku mengusap punggung dan
pantat Tina karena nikmat, sambil terus menggumulinya, melumat bibirnya.
Aku selalu menambahkan madu pada puting susu Tina, karena tempat itu
paling sering aku sedot. Puas bergumul aku membalikkan tubuh Tina. Aku
suruh nungging. Aku gosok-gosokkan kepala penisku ke mulut memek Tina
yang mancung. Aku gesek-gesek kepalanya searah belahan labianya.
Kemudian, dengan pelan aku dorong.
“Uhhhh……………”
Tina melenguh, merasakan senti demi senti kepala penisku yang menyeruak
menyusuri kulit memeknya, merenggangkan otot-otot dalam vaginanya
secara bergilir dan meninggalkan guratan yang sangat nikmat per
milimeter pada dinding-dinding itu.
Akupun
mendesis menahan nikmat. Tusukan pertama selalu memberi kenikmatan
pembuka yang luar biasa. Perbandingannya kurang lebih sama dengan orang
yang minum es waktu haus. Tegukan pertama memberikan kenikmatan yang
akan selalu diingat sampai seluruh minuman itu habis.
Selanjutnya
aku menusukkan penisku yang besar dan berurat itu secara teratur
mendorong dan menancap di tengah memek Tina dengan sangat indahnya.
Memek Tina seperti gunung yang kawahnya ditancap dengan paku raksasa,
didorong dan ditarik dengan teratur, dikocok-kocok, sampai air kawahnya
keluar merembes, membasahi seluruh permukaan gunung. Penisku sampai
mengkilat dan biru dibasahi oleh cairan memek Tina.
Seperti
biasa, aku kocok terus memek Tina tanpa jeda dengan irama yang nyaris
tidak berubah. Tak ada yang terlintas dalam pikiranku keculali
rangsangan-rangsangan yang menggelitik di seluruh permukaan batang
penisku. Rangsangan-rangsangan itu makin lama makin menguasai otakku
sampai akhirnya menggerakkah seluruh tubuhku secara mekanis. Seolah
kesadaranku tidak berfungsi. Rangsangan itu secara langsung menggerakkan
pantatku, menancapkan penis besarnya, menusuk-nusukkannya tanpa henti,
tanpa sedikitpun memberikan kesempatan pada kesadaranku untuk ambil
bagian. Setiap tusukanku selalu direspon oleh rintihan Tina yang
menggetarkan kelakianku. Rintihan-rintihannya menyelimuti seluruh
ruangan. Aku lihat di kaca tubuh putih mulus Tina berguncang-guncang,
susunya bergelayutan menggapai-gapai, didorong oleh penisku yang
menancap mantap di memeknya. Sesekali tubuhku yang besar dan cokelat
memeluknya dengan kuat, menelan tubuh mungilnya, dan menusukkan penis
yang perkasa, mengirimkan hunjaman kenikmatan yang luar biasa sampai ke
dasar memeknya. Sampai 17 menit itu berlangsung sampai kakiku pegal.
Kemudian
aku tarik tubuh Tina dengan berpegang pada susunya. Aku berbaring, Tina
duduk di atas penisku yang masih menancap. Kemudian dia mulai
menggoyang-goyangkan pantatnya sambil sesekali memutarnya. Penisku
beputar dalam rahimnya. Wow, luar biasa rasanya. Dengan gerakan seperti
itu penisku benar-benar mengaduk-aduk seluruh isi rahimnya, mengurat
seluruh permukaannya. Tina sampai menggelinjang dan memejamkan mata
manikmati guratan-guratan itu. Sesekali Tina merendahkan dadanya,
sehingga mencapai mulutku. Sementara penisku mengobok-obok memeknya aku
lumat putingnya dengan mulutku, aku hisap-hisap.
“Acchhhhhhhh……………………”,
Tina melenguh dan menjerit. Dia menghempaskan tubuhnya ke dadaku. Aku
remas-remas susunya sambil aku tusuk memeknya dengan penisku melanjutkan
irama goyangan Tina yang sampat terhenti. Aku ambil alih kendali. Aku
balik tubuh Tina. Aku kangkangkan dia. Memeknya yang merah dan basah
menggunduk, sangat menantang. Aku segera mengarahkan kepala penisku, dan
dengan mantap aku menancapkannya secara sempurna.
“Ughhhh……………………………”, kembali Tina melenguh, merasakan seluruh batang penisku yang amblas ke dalam memeknya.
Aku
segera memompanya dengan kuat dan dalam. Setiap pompaan selalu aku
dorong dengan tenaga sehingga penisku menancap dengan sempurna.
Selangkangan Tina sampai bertumpu pada selangkanganku. Penisku
benar-benar menancap dalam, dan mentok. Kantong pelirku mengganjal ke
anusnya. Rintihan dam desahan Tina semakin keras, mengimbangi
hentakan-hentakan pantatku yang juga semakin cepat dan bertenaga. Kepala
Tina bergoyang ke kanan dan ke kiri, sementara wajahnya meringis
mengapresiasikan kenikmatan yang luar biasa di dalam memeknya. Aku terus
memompa, menggenjot, dengan kuat dan cepat. Tubuh kami sudah basah oleh
keringat bercampur madu.
Sesekali aku
memeluk tubuh Tina, merengkuhnya. Sementara pantatku terus mengenjot dan
menusukkan penis yang besar ke dasar vaginanya. Bagiku waktu semakin
tidak berarti. Aku sudah tidak ingat bagaimana posisi kami. Yang jelas
kami terus bergumul dan bergumul. Mungkin yang lebih tepat aku
menggumulinya dan merengkuhnya. Karena tubuhku yang besar dan cokelat
itu hampir-hampir menelan seluruh tubuh Tina yang mungil dan putih
mulus, membuatnya seperti cacing yang menggeliat-geliat dalam genggaman
tangan yang perkasa. Dengan erangan-erangannya, aku tahu Tina merasakan
kenikmatan yang luar biasa, kenikmatan tubuh mulusnya yang direngkuh
kuat dan perkasa, kenikmatan vaginanya yang seret yang ditembus dan
diobok-obok oleh penis yang besar, panjang, dan berurat. Kenikmatan itu
menyatu dalam dirinya, menyatu dalam jiwanya, membuatnya setengah sadar
setengah tidak, mengerang, menjerit, mengekspresikan kenikmatan yang
meluap, dan meletup dalam dirinya. Tubuh mulus Tina seolah meledak
menahan kuatnya kenikmatan itu. Tubuh putih mulus Tina
menggeliat-geliat, berguncang, dan luluh oleh kenikmatan.
Waktu
berjalan terus, sementara tubuh kami terus bergumul tanpa henti.
Ruangan itu menjadi bergelora oleh nafsu yang terus bergolak dan
memuncak dalam dua tubuh yang bergumul itu. Hampir seluruh sprei basah
oleh keringat dan madu. Sampai akhirnya, dengan posisiku di atas, aku
merasakan memek Tina berdenyut. Sementara penisku juga sudah merasakan
aliran nikmat di ujungnya. Tina menjerit keras.
“Aaaccchhhhhhhhhhhhh…………………………
………………………………………” begitu keras jeritannya, melengking menelan semua
suara hentakan tubuhku di tubuhnya.
Aku
dorong sekuat tenaga hingga penisku menancap, menembus memek Tina. Aku
ucek-ucek pantatku, menekan dan menancapkan penis itu dengan sepenuh
tenaga. Denyutan-denyutan penisku membuat tenagaku berlipat. Tubuh Tina
tenggelam dalam kasur karena begitu kuatnya dorongan pantatku. Denyutan
demi denyutan terus melanda penisku, membuat kenikmatan yang luar biasa
itu tumpah, seperti air bah, menghilangkan seluruh kesadaranku, dan
merubahnya menjadi tenaga yang aku tancapkan terus ke dasar memek Tina.
Aku meraung seperti harimau lapar yang sedang melumat Tubuh mulus Tina
yang sedang kejang dalam orgasmenya. Raunganku seperti sahutan terhadap
jeritan Tina yang melengking.
Semprotan
spermaku muncrat dalam memek Tina, membasahi dan mengguyur dasar
rahimnya, sementara penisku mendorongnya dengan sangat kuat,
mengantarkan kenikmatan sampai ke ulu hatinya.
Ruangan
seperti gelap. Aku berusaha membuka mata. Tapi tidak ada yang terlihat.
Semuanya tetap gelap. Aku tidak bisa merasakan apa-apa selain kedutan
di penisku yang membuat seluruh tubuhku mengejang. Sementara tubuh Tina
juga mengejang, menghentak-hentak, kelojotan seperti cacing kepanasan.
Sampai
akhirnya tubuh kami terhempas. Aku terus merengkuh tubuh Tina yang
sudah lemas, seolah tidak rela kenikmatan itu pergi. Penisku masih
menancap dan sesekali berkedut. Dua tubuh itu lunglai di atas sprei yang
acak-acakan, penuh dengan keringat dan sisa-sisa madu.
Malam
itu aku bercinta dengan Tina sampai tengah malam. Itupun terpaksa aku
hentikan karena Tina pingsan. Sambil penisku masih menancap dalam
memeknya aku tertidur. Pagi harinya kami tidak bisa bangun. Akhirnya
kami istirahat total dan memanggil tukung pijit dan minum jamu. Malam
kedua kami bercinta kembali, tapi tidak sedahsyat malam pertama. Malam
ketiga kami bercinta habis-habisan. Aku minum viagra. Sementara Tina
minum jamu tradisional. Tengah malam Tina pingsan lagi. Tapi tak lama
kemudian dia sadar. Dia membangunkan aku.
“Malam
ini malam terakhir. Habiskanlah aku. Rengkuhlah tubuhku sekuatmu,
sepuasmu. Remukkanlah seluruh tulang-tulangku dengan nafsumu. Puaskanlah
aku…..”
Tanpa menjawab aku langsung
merengkuhnya. Kembali kami bergumul. Kali ini aku lebih banyak bekerja
agar Tina tidak pingsan lagi. Entah berapa lama kami bergumul sampai
akhirnya tiba-tiba hari telah terang. Tina duduk di sebelahku
menyodorkan kopi.
“Semalam kamu pingsan.
Tapi tidak apa-apa. Tadi malam adalah malam paling memuaskan dalam
hidupku”, sambil berkata Tina menyuapkan roti yang dari tadi dimakannya.
Begitu
kopi dan roti itu habis, aku tarik tubuh Tina. Aku tanggalkan seluruh
bajunya. Kembali aku menyetubuhi gadis itu. Aku tidak mau kehilangan
sedikitpun waktu. Aku menyetubuhi gadis ini dengan rakus, menggelutinya,
melumat tubuhnya, mengoyak-oyak memeknya dengan penisku yang masih
perkasa, dan meremukkan tulang-tulangnya. Sampai akhirnya kami terhempas
entah yang keberapa kalinya.
Siangnya
kami mandi bersama. Setelah itu aku mengantarnya ke Bandung. Sepanjang
perjalanan Tina tertidur. Aku tidak bisa tidur. Kebiasaannku kalau capek
teramat sangat. Menjelang Maghrib kami sampai di terminal. Selanjutnya
Tina berangkat sendiri menumpang angkot. Dia tidak mengijinkan aku ikut
agar tidak ada yang curiga. Sebelum pulang Tina bilang kalau ada waktu
dia ingin bertemu kembali denganku. Tentu aku menyetujuinya. Dia
berjanji jika ada kesempatan akan menelponku. Tentu, tentu aku akan
datang ke Bandung dan menyetubuhinya. Dengan catatan jika suaminya
sedang keluar kota.



Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam id libero non erat fermentum varius eget at elit. Suspendisse vel mattis diam. Ut sed dui in lectus hendrerit interdum nec ac neque. Praesent a metus eget augue lacinia accumsan ullamcorper sit amet tellus.
0 komentar:
Posting Komentar